Sejarah Ekonomi Indonesia

2.1  Sejarah Prakolonialisme
      Pada masa sebelum kekuatan Eropa Barat mampu menguasai daratan dan perairan Asia Tenggara, belum ada Indonesia. Nusantara yang sekarang kita kenal sebagai Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan tanah yang dikuasai oleh berbagai kerajaan dan kekaisaran, kadang hidup berdampingan dengan damai sementara di lain waktu berada pada kondisi berperang satu sama lain. Nusantara yang luas tersebut kurang memiliki rasa persatuan sosial dan politik yang dimiliki Indonesia saat ini. Meskipun demikian, jaringan perdagangan terpadu telah berkembang di wilayah ini terhitung sejak awal permulaan sejarah Asia. Terhubung ke jaringan perdagangan merupakan aset penting bagi sebuah kerajaan untuk mendapatkan kekayaan dan komoditas, yang diperlukan untuk menjadi kekuatan besar. Tapi semakin menjadi global jaringan perdagangan ini di nusantara, semakin banyak pengaruh asing berhasil masuk; suatu perkembangan yang akhirnya akan mengarah pada kondisi penjajahan.
        Keberadaan sumber-sumber tertulis adalah yang memisahkan masa sejarah dari masa prasejarah. Karena sedikitnya sumber-sumber tertulis yang berasal dari masa sebelum tahun 500 Masehi, sejarah Indonesia dimulai agak terlambat. Diduga sebagian besar tulisan dibuat pada bahan yang mudah rusak dan - ditambah dengan iklim tropis lembab dan standar teknik konservasi yang berkualitas rendah pada saat itu - ini berarti bahwa sejarawan harus bergantung pada inskripsi/prasasti di atas batu dan studi sisa-sisa candi kuno untuk menelusuri sejarah paling terdahulu nusantara. Kedua pendekatan ini memberikan informasi mengenai struktur politik tua karena baik sastra maupun pembangunan candi adalah contoh budaya tinggi yang diperuntukkan bagi elit penguasa.
     Sejarah Indonesia memiliki ciri sangat khas, yaitu umumnya berpusat di bagian barat Nusantara (khususnya di pulau Sumatera dan Jawa). Karena sebagian besar bagian timur Nusantara memiliki sedikit kegiatan ekonomi sepanjang sejarah (terletak jauh dari jalur perdagangan utama), hal itu menyebabkan sedikitnya kegiatan politik; suatu situasi yang berlanjut hingga hari ini.

2.2  Sistem Monopoli VOC
       VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan & aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yg kini bernama Jakarta. Hindia-Belanda pada abad ke-17 & 18 tak dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda [bahasa Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC]. Tujuan utama VOC ialah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan & ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, & terhadap orang-orang non-Belanda yg mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda terus menjual biji pala kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi hampir seluruh populasi & kemudian mempopulasikan pulau-pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yg bekerja di perkebunan pala. VOC menjadi terlibat dlm politik internal Jawa pada masa ini, & bertempur dlm beberapa peperangan yg melibatkan pemimpin Mataram & Banten.

2.2.1  Monopili VOC Terhadap Nusantara Abad ke 17
Maret 1602-Belanda berusaha memonopoli perdagangan rempah-rempah dengan membentuk suatu kongsi dagang bernama VOC [Vereenigde Oost-Indische Compagnie]. 1603-VOC telah membangun pusat perdagangan pertama yg tetap di Banten namun tak menguntungkan kerena persaingan dengan para pedagang Tionghoa & Inggris. Februari 1605-Armada VOC bersekutu dengan Hitu menyerang kubu pertahanan Portugis di Ambon dengan imbalan VOC berhak sebagai pembeli tunggal rempah-rempah di Hitu. 1602-Sir James Lancaster kembali ditunjuk memimpin pelayaran yg armada berisi orang-orang The East India Company & tiba di Aceh untuk selanjutnya menuju Banten.
1604-Pelayaran yg ke-2 maskapai Inggris yg dipimpin oleh Sir Henry Middleton, maskapai ini berhasil mencapai Ternate, Tidore, Ambon & Banda. Akan tetapi di wilayah yg mereka kunjungi ini mendapat perlawanan yg keras dari VOC. 1609-VOC membuka kantor dagang di Sulawesi Selatan namun niat tersebut dihalangi oleh raja Gowa. Raja Gowa tersebut melakukan kerjasama dengan pedagang-pedagang Inggris, Prancis, Denmark, Spanyol & Portugis. 1610-Ambon dijadikan pusat VOC, dipimpin seorang-gubernur jendral. Tetapi selama 3 orang gubernur-jendral, Ambon tak begitu memuaskan untuk dijadikan markas besar karena jauh dari jalur-jalur utama perdagangan Asia.
1611-Inggris berhasil mendirikan kantor dagangnya di bagian Indonesia lainnya, di Sukadana [Kalimantan barat daya], Makassar, Jayakerta, Jepara, Aceh, Priaman, Jambi. 1618-Des Banten mengambil keputusan untuk menghadapi Jayakarta & VOC dengan memaksa Inggris untuk membantu, dipimpin laksamana Thomas Dale. 1619-Ketika VOC akan menyerah pada Inggris, secara tiba-tiba muncul tentara Banten menghalangi maksud Inggris. Karena Banten tak mau pos VOC di Batavia diisi oleh Inggris. Akibatnya Thomas Dale melarikan diri dengan kapalnya; Banten menduduki kota Batavia.
12 Mei 1619-Pihak Belanda mengambil keputusan untuk memberi nama baru Jayakarta sebagai Batavia. Mei 1619-Jan Pieterszoon Coen, seorang Belanda, melakukan pelayaran ke Banten dengan 17 kapal. 30 Mei 1619-Jan Pieterszoon Coen melakukan penyerangan terhadap Banten, memukul mundur tentara Banten. Membangun Batavia sebagai pusat militer & administrasi yg relatif aman bagi pergudangan & pertukaran barang-barang, karena dari Batavia mudah mencapai jalur-jalur perdagangan ke Indonesia bagian timur, timur jauh, dari Eropa.1619-Jan Pieterszoon Coen ditunjuk menjadi gubernur-jendral VOC. Dia menggunakan kekerasan, untuk memperkokoh kekuasaannya dia menghancurkan semua yg merintangi. Dan menjadikan Batavia sebagai tempat bertemunya kapal-kapal dagang VOC.
1619-Terjadi migrasi orang Tionghoa ke Batavia. VOC menarik sebanyak mungkin pedagang Tionghoa yg ada di berbagai pelabuhan seperti Banten, Jambi, Palembang & Malaka ke Batavia. Bahkan ada juga yg langsung datang dari Tiongkok. Di sini orang-orang Tionghoa sudah menjadi suatu bagian penting dari perekonomian di Batavia. Mereka aktif sebagai pedagang, penggiling tebu, pengusaha toko, & tukang yg terampil. 1620-Atas dasar pertimbangan diplomatik di Eropa VOC terpaksa bekerjasama dengan pihak Inggris dengan memperbolehkan Inggris mendirikan kantor dagang di Ambon. 1620-Dalam rangka mengatasi masalah penyeludupan di Maluku, VOC melakukan pembuangan, pengusiran bahkan pembantaian seluruh penduduk Pulau Banda & berusaha menggantikannya dengan orang-orang Belanda pendatang & mempekerjakan tenaga kerja kaum budak.
1623-VOC melanggar kerjasama dengan Inggris, Belanda membunuh 12 agen perdagangan Inggris, 10 orang Inggris, 10 orang Jepang; 1 orang Portugis dipotong kepalanya. 1630-Belanda telah mencapai banyak kemajuan dlm meletakkan dasar-dasar militer untuk mendapatkan hegemoni perniagaan laut di Indonesia. 1637-VOC yg telah beberapa lama di Maluku tak mampu memaksakan monopoli atas produksi pala, bunga pala, & yg terpenting, cengkeh. Penyeludupan cengkeh semakin berkembang, muncul banyak komplotan-komplotan yg anti dengan VOC. Gubernur-Jendral Antonio van Diemen melancarkan serangan terhadap para penyeludup & pasukan-pasukan Ternate di Hoamoal. 1638-Van Diemen kembali ke Maluku & berusaha membuat persetujuan dengan raja Ternate dimana VOC bersedia mengakui kedaulatan raja Ternate atas Seram, Hitu serta menggaji raja sebesar 4. 000 real/tahun dengan imbalan bahwa penyeludupan cengkeh akan dihentikan & VOC diberi kekuasaan de facto atas Maluku. Akan tetapi persetujuan ini gagal.
1643-Arnold de Vlaming mengambil kesempatan kekalahan Ternate dengan memaksa raja Ternate Mandarsyah ke Batavia & menandatangani perjanjian yg melarang penanaman pohon cengkeh di semua wilayah kecuali Ambon atau daerah lain yg dikuasai VOC. Hal ini disebabkan pada masa itu Ambon mampu menghasilkan cengkeh melebihi kebutuhan untuk konsumsi dunia. 1656-Seluruh penduduk Ambon yg tersisa dibuang. Semua tanaman rempah-rempah di Hoamoal dimusnahkan & akibatnya daerah tersebut tak didiami manusia kecuali jika ekspedisi Hongi [armada tempur] melintasi wilayah itu untuk mencari pohon-pohon cengkeh liar yg harus dimusnahkan.
1660-Armada VOC yg terdiri dari 30 kapal menyerang Gowa, menghancurkan kapal-kapal Portugis. Agustus-Desember 1660-Sultan Hasanuddin, raja Gowa dipaksa menerima persetujuan perdamaian dengan VOC, namun persetujuan ini tak berhasil mengakhiri permusuhan. 18 November 1667-Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani perjanjian Bongaya, akan tetapi Hasanuddin kembali mengobarkan pertempuran. April 1668 & Juni 1669-VOC melakukan serangan besar-besaran terhadap Goa & sesudah pertempuran ini perjanjian Bongaya benar-benar dilakukan. 1669-Kondisi keadaan Nusantara bagian timur bertambah kacau, kehidupan ekonomi & administrasi tak terkendalikan lagi.
1670-VOC telah berhasil melakukan konsolidasi kedudukannya di Indonesia Timur. Pihak Belanda masih tetap menghadapi pemberontakan-pemberontakan tetapi kekuatannya tak begitu besar. 1670-VOC menebangi tanaman rempah-rempah yg tak dapat diawasi, Hoamoal tak dihuni lagi, orang Bugis & Makassar meninggalkan kampung halamannya. Banyak orang-orang Eropa & sekutu-sekutu yg tewas, semata-mata guna mencapai maksud VOC untuk memonopoli rempah-rempah. 1674-Pulau Jawa dlm keadaan yg memprihatinkan, kelaparan merajalela, berjangkit wabah penyakit, gunung merapi meletus, gempa bumi, gerhana bulan, & hujan yg tak turun pada musimnya. 1680-Di Jawa Barat, kerajaan Banten pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa mengalami masa kejayaannya, Banten memiliki suatu armada yg dibangun menurut model Eropa. Kapal-kapalnya berlayar memakai surat jalan menyelenggarakan perdagangan yg aktif di Nusantara. Atas bantuan pihak Inggris, Denmark, Tiongkok orang-orang Banten dapat berdagang dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Tiongkok, Filipina & Jepang. Banten merupaken penghasil lada yg sangat kaya. 1680-VOC pada dasarnya hanya terbatas menguasai dataran-dataran rendah tertentu saja di Jawa. daerah pegunungan seringkali tak berhasil dikuasai & daerah ini dijadikan tempat persembunyian pemberontak. Tidak dapat dihindarkan lagi pemberontakan-pemberontakan mengakibatkan kesulitan & menguras dana VOC.
1682-Pasukan VOC dipimpin François Tack & Isaac de Saint-Martin berlayar menuju Banten guna menguasai perdagangan di Banten. VOC merebut & memonopoli perdagangan lada di Banten. Orang-orang Eropa yg merupaken saingan VOC diusir. Orang-orang Inggris mengundurkan diri ke Bengkulu & Sumatera Selatan satu-satunya pos mereka yg masih ada di Indonesia. 1683-1710-VOC mengalami masalah keuangan yg sangat berat di wilayah Asia selama kurun waktu tersebut. Di antara 23 kantornya hanya tiga [Jepang, Surat & Persia] yg mampu memberikan keuntungan; sembilan menunjukkan kerugian setiap tahun termasuk Ambon, Banda, Ternate, Makassar, Banten, Cirebon & wilayah pesisir Jawa. VOC banyak mengeluarkan biaya-biaya yg sangat tinggi akibat pemberontakan di samping pengeluaran pribadi VOC yg tak efesien, kebejatan moral, korupsi yg merajalela. VOC juga menuntut semakin banyak kepada rakyat Jawa, yg mengakibatkan pemberontakan yg terus berlanjut & pengeluaran VOC bertambah tinggi.
1684-Gubernur-Jendral Speelman meninggal. Terbongkarlah korupsi & penyalah gunaan kekuasaan. Konon Speelman memerintah tanpa menghiraukan nasihat Dewan Hindia & banyak melakukan pembayaran dengan uang VOC yg pada dasarnya tak pernah ada untuk pekerjaan yg tak pernah dilakukan. Selama masa kekuasaan Speelmen jumlah penjualan tekstil menurun 90%, monopoli candu tak efektif. Speelman juga banyak melakukan penggelapan uang negara & pada 1685 semua penunggalan Speelman disita negara. 8 Februari 1686-Dengan tipu muslihat Surapati berhasil membunuh François Tack dlm suatu pertempuran. Tack tewas dengan dua puluh luka di tubuhnya. 1690-Belanda berusaha membalas kekalahan yg dialami Tack tetapi gagal karena Surapati menguasai teknik-teknik militer Eropa dengan baik.

2.2.2  Monopili VOC Terhadap Nusantara Abad ke 18
1702-Jumlah kekuatan serdadu militer Belanda yg berkebangsaan Eropa hanya tinggal sedikit. Administrasi VOC kacau balau. 1706-Surapati terbunuh di Bangil. 1721-VOC mengumumkan apa yg dinamakan komplotan orang-orang Islam yg bermaksud melakukan pembunuhan terhadap orang-orang Eropa di Batavia & juga orang-orang Tionghoa. 1722-Perlakuan terhadap orang-orang Tionghoa bertambah kejam & korup. Walaupun demikian jumlah orang Tionghoa bertambah dengan pesat. VOC melakukan sistem kuota untuk membatasi imigrasi, tetapi kapten-kapten kapal Tionghoa mampu menghindarinya dengan bantuan dari pejabat VOC yg korupsi. Kebanyakan orang-orang Tionghoa pendatang yg tak memperoleh pekerjaan sebagian besar mereka bergabung menjadi gerombolan-gerombolan penjahat di sekitar Batavia. 1727-Posisi ekonomi orang Tionghoa makin penting di satu pihak & sering terjadinya kejahatan oleh orang Tionghoa, menimbulkan perasaan tak senang terhadap orang Tionghoa. Rasa tak senang menjadi semakin tebal di kalangan warga bebas, kolonis-kolonis Belanda yg tak dapat menandingi orang Tionghoa. Timbullah kemudian rasa permusuhan & sikap rasialis terhadap orang Tionghoa.
1727-Pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan peraturan bahwa semua orang Tionghoa yg telah tinggal 10 sampai 12 tahun di Batavia & belum memiliki surat izin akan dikembalikan ke Tiongkok. 1729-Pemerintah kolonial memberikan kesempatan selama 6 bulan kepada orang Tionghoa untuk mengajukan permohonan izin tinggal di Batavia dengan membayar 2 ringgit. 1730-Dikeluarkan larangan bagi orang Tionghoa untuk membuka tempat penginapan, tempat pemadatan candu & warung baik di dlm maupun di luar kota. 1736-Pemerintah kolonial mengadakan pendaftaran bagi semua orang Tionghoa yg tak memiliki surat izin tinggal. 1740-Terdapat 2. 500 rumah orang Tionghoa di dlm tembok Batavia sedangkan jumlah orang Tionghoa di kota & daerah sekitarnya diperkirakan 15. 000 jiwa. Jumlah ini setidak-tidaknya merupaken 17% dari keseluruhan penduduk di daerah terebut. Ada kemungkinan bahwa orang-orang Tionghoa sebenarnya merupaken unsur penduduk yg lebih besar jumlahnya. Ada pula orang-orang Tionghoa di kota-kota pelabuhan Jawa & Kartasura walaupun jumlahnya hanya sedikit.
1740-Terjadi penangkapan terhadap orang Tionghoa, tak kurang 1. 000 orang Tionghoa dipenjarakan. Orang Tionghoa menjadi gelisah lebih-lebih sesudah sering terjadi penangkapan, penyiksaan, & perampasan hak milik Tionghoa. 4 Februari 1740-Segerombolan orang Tionghoa melakukan pemberontakan & penyerbuan pos penjagaan untuk membebaskan bangsanya yg ditahan. Juni 1740-Kompeni Belanda mengeluarkan lagi peraturan bahwa semua orang Tionghoa yg tak memiliki izin tinggal akan ditangkapdan diangkut ke Sailan. Peraturan ini dilaksanakan dengan sewenang-wenang. September 1740-Tersiar berita bahwa segerombolan orang Tionghoa di daerah pedesaan sekitar Batavia bergerak mendekati pintu gerbang Batavia. Mr. Cornelis di Tangerang & de Qual di Bekasi, memerintahkan memperkuat pos-pos penjagaan. 7 Oktober 1740-Pasukan bantuan yg dikirim ke Tangerang oleh pemerintah kolonial diserang oleh gerombolan Tionghoa, sebagian besar dari pasukan tersebut tewas. Oktober 1740-Berdasarkan bukti yg didapatkan VOC menarik kesimpulan bahwa orang-orang Tionghoa sedang merencanakan sebuah pemberontakan. 8 Oktober 1740-Kompeni Belanda mengeluarkan maklumat, antara lain perintah menyerahkan senjata kepada kompeni. Jam malam diadakan. 9 Oktober 1740-Dimulainya pembunuhan terhadap orang Tionghoa secara besar-besaran. Yang banyak melakukan pembunuhan ini ialah orang-orang Eropa & para budak. Dan pada akhirnya ada sekitar 10. 000 orang Tionghoa yg tewas. Perkampungan orang Tionghoa dibakar selama beberapa hari. Kekerasan ini berhenti sesudah orang Tionghoa memberikan uang premi kepada serdadu-serdadu VOC guna melakukan tugasnya yg rutin. 10 Oktober 1740-Pertahanan kompeni Belanda di Tangerang diserang oleh sekitar 3. 000 orang pemberontak Tionghoa.
Mei 1741-Orang-orang Tionghoa yg berhasil lolos dari pembantaian di Batavia melarikan diri ke arah timur menyusur sepanjang daerah pesisir. Mereka melakukan perebutan pos di Juwana. Markas besar VOC dikepung & pos-pos lainnya terancam. Juli 1741-Pos VOC di Rembang dihancurkan oleh orang-orang Tionghoa yg membantai seluruh personel VOC. Juli 1741-Prajurit raja yg berada di Kartasura menyerang pos garnisun VOC. Komandan VOC Kapten Johannes van Velsen & beberapa serdadu lainnya tewas. Serdadu yg selamat ditawari pilihan beralih ke agama Islam atau mati & banyak yg memilih pindah agama. November 1741-Pakubuwana II mengirim pasukan artileri ke Semarang. Pasukan prajurit-prajurit tersebut bersatu dengan orang Tionghoa melakukan pengepungan terhadap pos VOC. Pos VOC di Semarang ini dikepung oleh kira-kira 20. 000 orang Jawa & 3. 500 orang Tionghoa dengan 30 pucuk meriam. Orang Jawa & Tionghoa bersatu melawan kompeni Belanda. Desember 1741-awal 1742-VOC merebut kembali daerah-daerah lain yg terancam serangan. 13 Februari 1755-VOC menandatangani Perjanjian Giyanti. Isinya VOC mengakui Mangkubumi sebagai Sultan Hamengkubuwana I, penguasa separuh wilayah Jawa Tengah.
September 1789-Belanda mendengar desas-desus bahwa raja Jawa akan melakukan pembunuhan terhadap orang-orang Eropa, sehingga mengutus seorang residen yg bernama Andries Hartsick dengan memakai pakaian Jawa menghadiri pertemuan rahasia di Istana Jawa. 1 Januari 1800-VOC secara resmi dibubarkan, didirikan Dewan untuk urusan jajahan Asia. Belanda kalah perang & dikuasai Perancis. Wilayah-wilayah yg dimiliki Belanda menjadi milik Perancis.

2.3  Sistem Tanam Paksa
Tanam Paksa atau Cultuurstelsel merupakan sistem yang bertujuan dan bermanfaat bagi Belanda, Tanam Paksa adalah Peraturan Mempekerjakan seseorang dengan paksa tanpa diberi gaji dan tanpa istirahat, sehingga sangat merugikan pekerja dan menyengsarakan. Sistem Tanam Paksa telah menjadi sejarah bagi Rakyat indonesia. Sejak awal abad ke-19, pemerintah Belanda mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk membiayai peperangan, baik di Negeri Belanda sendiri (pemberontakan Belgia) maupun di Indonesia (terutama perlawanan Diponegoro) sehingga Negeri Belanda harus menanggung hutang yang sangat besar.
Untuk menyelamatkan Negeri Belanda dari bahaya kebrangkrutan maka Johanes van den Bosch diangkat sebagai gubernur jenderal di Indonesia dengan tugas pokok menggali dana semaksimal mungkin untuk mengisi kekosongan kas negara, membayar hutang, dan membiayai perang. Untuk melaksanakan tugas yang sangat berat itu, Van den Bosch memusatkan kebijaksanaannya pada peningkatan produksi tanaman ekspor.

Oleh karena itu, yang perlu dilakukan ialah mengerahkan tenaga rakyat jajahan untuk melakukan penanaman tanaman yang hasil-hasilnya dapat laku di pasaran dunia secara paksa. Setelah tiba di Indonesia (1830) Van den Bosch menyusun program sebagai berikut.
1.      Sistem sewa tanah dengan uang harus dihapus karena pemasukannya tidak banyak dan pelaksanaannya sulit.
2.      Sistem tanam bebas harus diganti dengan tanam wajib dengan jenis-jenis tanaman yang sudah ditentukan oleh pemerintah.
3.      Pajak atas tanah harus dibayar dengan penyerahan sebagian dari hasil tanamannya kepada pemerintah Belanda.
2.3.1  Aturan - Aturan Tanam Paksa
           Sistem tanam paksa yang diajukan oleh Van den Bosch pada dasarnya merupakan gabungan dari sistem tanam wajib (VOC) dan sistem pajak tanah (Raffles) dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut.
1.      Penduduk desa yang punya tanah diminta menyediakan seperlima dari tanahnya untuk ditanami tanaman yang laku di pasaran dunia.
2.      Tanah yang disediakan bebas dari pajak.
3.      Hasil tanaman itu harus diserahkan kepada pemerintah Belanda. Apabila harganya melebihi pembayaran pajak maka kelebihannya akan dikembalikan kepada petani.
4.      Waktu untuk menanam tidak boleh melebihi waktu untuk menanam padi.
5.      Kegagalan panenan menjadi tanggung jawab pemerintah.
6.      Wajib tanam dapat diganti dengan penyerahan tenaga untuk dipekerjakan di pengangkutan, perkebunan, atau di pabrik-pabrik selama 66 hari.
7.      Penggarapan tanaman di bawah pengawasan langsung oleh kepala-kepala pribumi, sedangkan pihak Belanda bertindak sebagai pengawas secara umum.

2.3.2  Pelaksanaan Tanam Paksa
Melihat aturan-aturannya, sistem tanam paksa tidak terlalu memberatkan, namun pelaksanaannya sangat menekan dan memberatkan rakyat. Adanya cultuur procent menyangkut upah yang diberikan kepada penguasa pribumi berdasarkan besar kecilnya setoran, ternyata cukup memberatkan beban rakyat. Untuk mempertinggi upah yang diterima, para penguasa pribumi berusaha memperbesar setoran, akibatnya timbulah penyelewengan-penyelewengan, antara lain sebagai berikut.
1.      Tanah yang disediakan melebihi 1/5, yakni 1/3 bahkan 1/2, malah ada seluruhnya, karena seluruh desa dianggap subur untuk tanaman wajib.
2.      Kegagalan panen menjadi tanggung jawab petani.
3.      Tenaga kerja yang semestinya dibayar oleh pemerinah tidak dibayar.
4.      Waktu yang dibutuhkan tenyata melebihi waktu penanaman padi.
5.      Perkerjaan di perkebunan atau di pabrik, ternyata lebih berat daripada di sawah.
6.      Kelebihan hasil yang seharusnya dikembalikan kepada petani, ternyata tidak dikembalikan.

2.3.3  Dampak Tanam Paksa
Pelaksanaan sistem tanam paksa banyak menyimpang dari aturan pokoknya dan cenderung untuk mengadakan eskploitasi agraris semaksimal mungkin. Oleh karena itu, sistem tanam paksa menimbulkan akibat sebagai berikut.
·            Bagi Indonesia (Khususnya Jawa)
1.    Sawah ladang menjadi terbengkelai karena diwajibkan kerja rodi yang berkepanjangan sehingga penghasilan menurun drastis.
2.    Beban rakyat semakin berat karena harus menyerahkan sebagian tanah dan hasil panennya, membayar pajak, mengikuti kerja rodi, dan menanggung risiko apabila gagal panen.
3.    Akibat bermacam-macam beban menimbulkan tekanan fisik dan mental yang berkepanjangan.
4.    Timbulnya bahaya kemiskinan yang makin berat.
5.    Timbulnya bahaya kelaparan dan wabah penyakit di mana-mana sehingga angka kematian meningkat drastis.
Bahaya kelaparan menimbulkan korban jiwa yang sangat mengerikan di daerah Cirebon (1843), Demak (1849), dan Grobogan (1850). Kejadian ini mengakibatkan jumlah penduduk menurun drastis. Di samping itu, juga terjadi penyakit busung lapar (hongorudim) di mana-mana. 
·            Bagi Belanda.
Apabila sistem tanam paksa telah menimbulkan malapetaka bagi bangsa Indonesia, sebaliknya bagi bangsa Belanda ialah sebagai berikut:
  1. Keuntungan dan kemakmuran rakyat Belanda.
  2. Hutang-hutang Belanda terlunasi.
  3. Penerimaan pendapatan melebihi anggaran belanja.
  4. Kas Negeri Belanda yang semula kosong dapat terpenuhi.
  5. Amsterdam berhasil dibangun menjadi kota pusat perdagangan dunia.
  6. Perdagangan berkembang pesat.

2.3.4  Akhir Tanam Paksa
Sistem tanam paksa yang mengakibatkan kemelaratan bagi bangsa Indonesia, khususnya Jawa, akhirnya menimbulkan reaksi dari berbagai pihak, seperti berikut ini.
·            Golongan Pengusaha
Golongan ini menghendaki kebebasan berusaha. Mereka menganggap bahwa tanam paksa tidak sesuai dengan ekonomi liberal.
·            Baron Van Hoevel
Ia adalah seorang missionaris yang pernah tinggal di Indonesia (1847). Dalam perjalanannya di Jawa, Madura dan Bali, ia melihat penderitaan rakyat Indonesia akibat tanam paksa. Ia sering melancarkan kecaman terhadap pelaksanaan tanam paksa. Setelah pulang ke Negeri Belanda dan terpilih sebagai anggota parlemen, ia semakin gigih berjuang dan menuntut agar tanam paksa dihapuskan.
·            Eduard Douwes Dekker
Ia adalah seorang pejabat Belanda yang pernah menjadi Asisten Residen Lebak (Banten). Ia cinta kepada penduduk pribumi, khususnya yang menderita akibat tanam paksa. Dengan nama samaran Multatuli yang berarti "aku telah banyak menderita", ditulisnya buku Max Havelaar atau Lelang Kopi Persekutuan Dagang Belanda (1859) yang menggambarkan penderitaan rakyat akibat tanam paksa dalam kisah Saijah dan Adinda.
Akibat adanya reaksi tersebut, pemerintah Belanda secara berangsur-angsur menghapuskan sistem tanam paksa. Nila, teh, kayu manis dihapuskan pada tahun 1865, tembakau tahun 1866, kemudian menyusul tebu tahun 1884. Tanaman terakhir yang dihapus adalah kopi pada tahun 1917 karena paling banyak memberikan keuntungan.


 2.4  Sistem Ekonomi Kapitalis Liberal

          Kapitalis berasal dari kata capital, secara sederhana diartikan sebagai ‘modal’. Dalam sisitem kapitalis, kekuasaan tertinggi dipegang oleh pemilik modal, dimana dalam perekonomian modern pemilik modal dalam suatu perusahaan merupakan pemegang saham. Sistem ekonomi kapitalis adalah sistem ekonomi yang aset - aset produktif dan factor–factor produksinya sebagian besar dimiliki oleh sector swasta/individu. Sementara tujuan utama kegiatan produksi adalah menjual untuk mendapatkan laba. Sistem perekonomian kapitalis merupakan sistem perekonomian yang memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi barang, menjual barang, menyalurkan barang dan lain sebagainya.
       Dalam perekonomian kapitalis setiap warga dapat mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan kemampuannya. Semua orang bebas bersaing untuk memperoleh laba sebesar-besarnya dan bebas melakukan kompetisi untuk memenangkan persaingan bebas. Tokoh yang mempopulerkan sistem ekonomi kapitalis adalah Adam Smith dengan bukunya yang terkenal berjudul An Inquiry into The Nature and Causes of The Wealth of Nation. Adam Smith menyatakan bahwa “Perekonomian akan berjalan dengan baik apabila peraturan diserahkan kepada mekanisme pasar atau mekanisme harga”. Teori ini kemudian dikenal dengan sebutan The Invisible Hands. Sistem ekonomi kapitalis merupakan suatu tatacara pengaturan kehidupan perekonomian yang didasarkan kepada mekanisme pasar, yaitu interaksi antara permintaan dan penawaran suatu barang yang kegiatannya tergantung pada kekuatan modal yang dimiliki oleh setiap individu.

 2.4.1 Lahirnya Ekonomi Kapitalis
      Perkembangan kapitalisme pada negara tergelakang menjadi sebuah topic menarik untuk dikaji. Gejala kapitalisme dianggap sebagai solusi untuk melakukan pembangunan negara terbelakang. Teori sistem dunia yang disampaikan oleh Wallerstein merupakan keberlanjutan pemikiran Frank dengan teori depensasinya. Pendapat Frank, Sweezy dan Wallerstein mengacu pada model yang dikenal oleh Adam Smith. Menurut Adam Smith pembangunan yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat memiliki kesamaan dengan pembangunan produktivitas tenaga kerja, pembagian kerja. Konsep inilah yang kemudian memunculkan perbedaan mode produksi menjadi sector pertanian dan manufaktur. Konsep ini kemudian semakin berkembang dengan munculnya pembedaan desa dan kota sebagai sebuah mode produksi yang berbeda.
        Inti pemikiran Adam Smith adalah bahwa proses produksi dan distribusi ini harus lepas dari campur tangan pemerintah dan pedagang bebas. Proses ekonomi hanya akan berjalan melalui tangan-tangan tak kelihatan yang mengatur bagaimana produksi dan distribusi kekayaan ekonomi itu berjalan secara adil. Biaran para pengusaha, tenaga kerja, pedagang bekerja mencari keuntungan sendiri. Siapapun tak boleh mencampurinya, karena ekonomi hanya bisa muncul dari perdagangan yang adil. Karenanya pemerintah harus jadi penonton yang tak berpihak. Ia tak boleh mendukung siapapun yang sedang menumpuk kekayaan pun yang tak lagi punya kekayaan. The Invisible Hands akan menunjukkan bagaimana semua bekerja secara adil, secara fair. Kenyataan yang terjadi di dalam proses kapitalisme telah menimbulkan dampak berupa pertumbuhan ekonomi yang terjadi karena arus pertukaran barang dan jasa serta spesialisasi tenaga kerja. Kerangka pertukaran barang dan jasa secara spesialisasi tenaga kerja ini terwujud dalam bentuk peningkatan produktivitas yang dikenal denga konsep maksimalisasi keuntungan dan kompetisi pasar.
      Kapitalisme sebagai suatu sistem ekonomi yang memungkinkan beberapa individu menguasai sumber daya vital dan menggunakannya untuk keuntungan maksimal. Maksimalisasi keuntungan menyebabkan eksploitasi tenaga kerja murah, karena tenaga kerja adalah factor produksi yang paling mudah direkayasa dibandingkan modal dan tanah.
          Kapitalisme pada awalnya berkembang bukan melalui eksploitasi tenaga kerja murah, melainkan eksploitasi kepada kaum petani kecil. Negara terbelakang merupakan penghasil barang mentah terutama dalam sector pertanian. Kapitalisme masuk melalui sistem perdagangan yang tidak adil, dimana negara terbelakang menjual barang mentah dengan harga relatif murah sehingga menyebabkan eksploitasi petani. Masuknya sistem perdagangan menyebabkan petani subsisten menjadi petani komersil yang ternyata merupakan bentuk eksploitasi tenaga kerja secara tidak langsung. Perkembangan selanjutnya telah melahirkan industri baru yang memerlukan spesialisasi tenaga kerja.
          Kapitalisme yang menitik beratkan pada spesialisasi tenaga kerja dan teknologi tinggi membutuhkan tenaga kerja yang terampil dang menguasai teknologi. Keadaan ini sangat sulit terwujud pada negara pinggiran. Proses ini hanya akan melahirkan tenaga kerja kasar pada negara pinggiran, sedangkan tenaga kerja terampil dikuasai oleh negara pusat. Ketidakberdayaan tenaga kerja pada negara pinggiran merupakan keuntungan bagi negara pusat untuk melakukan eksploitasi. Ekspansi kapitalisme melalui investasi modal dan teknologi tinggi pada negara pinggiran disebabkan oleh tersedianya tenaga kerja yang murah.
       Kapitalisme yang menjalar hingga negara terbelakang menjadikan struktur sosial di negara terbelakang juga berubah. Kapitalisme memunculkan kelas sosial baru di negara terbelakang yaitu kelas pemilik modal. Berkembangan ekonomi kapitalisme ini didukung oleh sistem kekerabatan antara mereka. Kelas bojus di negara terbelakang juga dapat memanfaatkan dukungan politik dan pemerintah. Sebagai sebuah kesatuan ekonomi dunia, asumsi Wallerstein akan adanya perlawanan dari negara terbelakang sebagai kelas tertindas oleh negara pusat menjadi hal yang tidak mungkin terjadi.
         Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa kapitalisme yang awalnya hanyalah perubahan cara produksi dari produksi untuk dipakai ke produksi untuk dijual, telah merambah jauh menjadi dibolehkannya pemilikan barang sebanyak-banyaknya, bersama-sama juga mengembangan individualisme, komersalisme, liberalisasi dan pasar bebas.
        Kapitalisme tidak hanya merubah cara-cara produksi atau sistem ekonomi saja, namun bahkan memasuki segala aspek kehidupan dan pranata dalam kehidupan masyarakat, dari hubungan antara negara bahkan ketingkat antar individu. Sehingga itulah kita mengenal tidak hanya perusahaan-perusahaan kapitalis, tapi juga struktur masyarakat dan bentuk negara. Upaya untuk memerangi kapitalisme bukan dengan sistem ekonomi sosialis namun dengan kemandirian ekonomi dan swasembada.

2.4.2  Ciri-ciri Sistem Ekonomi Kapitalis
       Ada beberapa ciri kapitalisme yang perlu kita perhatikan dan kerap muncul di sekitar kita tanpa kita sadari, diantaranya sebagai berikut:
  1. Setiap individu memiliki kebebasan untuk memiliki faktor-faktor produksi.
  2.  Pengakuan yang luas atas hak-hak pribadi dimana pemilikan alat-alat produksi ditangan individu dan individu bebas memilih pekerjaan/usaha yang dipandang baik bagi dirinya.
  3. Perekonomian diatur oleh mekanisme pasar, dimana pasar berfungsi memberikan signal kepada produsen dan konsumen dalam bentuk harga-harga. Campur tangan pemerintah diusahakan sekecil mungkin. “The Invisible Hand” yang mengatur perekonomian menjadi efisen. Motif yang menggerakan perekonomian mencari laba.
  4. Manusia dipandang sebagai makhluk Homo Economicus, yang selalu mengejar kepentingan sendiri. Paham individualisme didasarkan materialism, warisan zaman Yunani Kuno (disebut Hedonisme).
  5. Peranan modal dalam perekonomian sangat menentukan bagi setiap individu untuk menguasai sumber-sumber ekonomi sehingga dapat menciptakan efisiensi; pemilik modal bebas melakukan apa aja untuk meningkatkan keuntungan maksimal, dengan mendayagunakan sumber produksi dan pekerjanya. Sehingga modal kapitalis seringkali diinvestasikan ke dalam berbagai usaha untuk menghasilkan laba.
  6. Peranan pemerintah dalam perekonomian sangat kecil. Pengawasan atau campur tangan pemerintah diupayakan seminimal mungkin. Tetapi jika dianggap riskan, negara sewaktu-waktu dapat  mengeluarkan kebijakan yang melindungi lancarnya pelaksanaan sistem kapitalisme.
  7. Hak milik atas alat-alat produksi dan distribusi merupakan hak milik perseorangan yang dilindungi sepenuhnya oleh negara.
  8. Kegiatan perekonomian selalu berdasarkan keadaan pasar. Aktivas ekonomi secara bebas hanya bisa ditentukan oleh penjualan dan pembelian.
  9. Masyarakat terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan pemilik sumber daya  produksi dan masyarakat pekerja (buruh).

2.4.2  Kelebihan dan Kelemahan Sistem Ekonomi Kapitalis
         Sistem ekonomi kapitalis memiliki kelebihan, diantaranya:
  1. Menumbuhkan kreativitas masyarakat dalam penyelenggaraan perekonomian, sebab masyarakat diberi kebebasan melakukan segala hal yang terbaik bagi dirinya dalam menentukan kegiatan perekonomian.
  2. Kualitas produk yang dihasilkan menjadi lebih baik. Akibat teradinya persaingan yang ketat.
  3. Efisiensi dalam menggunakan faktor-faktor produksi dapat tercapai dengan baik. Karena tindakan ekonomi yang dilakukan didasarkan kepada motif pencarian keuntungan yang sebesar besarnya.
   Sistem ekonomi kapitalis juga memiliki kelemahan, diantaranya:
  1. Tidak ada persaingan sempurna. Yang ada persaingan bebas yang monopolistik dan tidak sehat.
  2. Masyarakat yang kaya semakin  kaya, yang miskin semakin miskin. Terdapat kesenjangan yang besar antara pemilik modal dan golongan pekerja sehingga yang kaya lebih kaya, yang miskin bertambah miskin.
  3. Tidak menutup kemungkinan munculnya monopoli yang merugikan masyarakat.
  4. Banyak terjadinya gejolak perekonomian karena kesalahan alokasi sumberdaya oleh individu.
  5. Pemerataan pendapatan sulit dilakukan, karena persaingan bebas tersebut. Sulitnya melakukan pemerataan pendapatan dikarenakan prinsip yang berlaku adalah Free Fight Liberalism, dimana kunci untuk memenangkan persaingan adalah modal.

2.4.3  Kecenderungan Bisnis Dalam Kapitalisme
   Perkembangan bisnis sangat dipengaruhi oleh sistem ekonomi yang berlaku. Kecenderungan bisnis dalam kapitalisme dewasa ini adalah adanya spesialisasi, adanya produksi massa, adanya perusahaan berskala besar, adanya perkembangan penelitian. Negara-negara yang menganut sistema ekonomi kapitalis antara lain:
·            Benua Amerika : AS, Argentina, Bolivia, Brazil, Chili, dll.
·            Benua Eropa     : Australia, Belgia, Kroasia, Cekoslavia, dll.
·            Benua Asia       : India, Thailand, Iran, Jepang, Filipina, dll.
·            Benua Afrika     : Mesir, Senegal, Afrika Selatan.
·            Kepulauan Oceania : Australia dan Selandia Baru.

2.5  Era Pendudukan Jepang
     Hal-hal yang diberlakukan dalam sistem pengaturan ekonomi pemerintah Jepang adalah sebagai berikut:
·        Kegiatan ekonomi diarahkan untuk kepentingan perang maka seluruh potensi sumber daya alam dan bahan mentah digunakan untuk industri yang mendukung mesin perang. Jepang menyita seluruh hasil perkebunan, pabrik, Bank dan perusahaan penting. Banyak lahan pertanian yang terbengkelai akibat titik berat kebijakan difokuskan pada ekonomi dan industri perang. Kondisi tersebut menyebabkan produksi pangan menurun dan kelaparan serta kemiskinan meningkat drastis.
·  Jepang menerapkan sistem pengawasan ekonomi secara ketat dengan sanksi pelanggaran yang sangat berat. Pengawasan tersebut diterapkan pada penggunaan dan peredaran sisa-sisa persediaan barang. Pengendalian harga untuk mencegah meningkatnya harga barang. Pengawasan perkebunan teh, kopi, karet, tebu dan sekaligus memonopoli penjualannya. Pembatasan teh, kopi dan tembakau, karena tidak langsung berkaitan dengan kebutuhan perang. Monopoli tebu dan gula, pemaksaan menanam pohon jarak dan kapas pada lahan pertanian dan perkebunan merusak tanah.
·        Menerapkan sistem ekonomi perang dan sistem autarki (memenuhi kebutuhan daerah sendiri dan menunjang kegiatan perang). Konsekuensinya tugas rakyat beserta semua kekayaan dikorbankan untuk kepentingan perang. Hal ini jelas amat menyengsarakan rakyat baik fisik maupun material.
Pada tahun 1944, kondisi politis dan militer Jepang mulai terdesak, sehingga tuntutan akan kebutuhan bahan-bahan perang makin meningkat. Untuk mengatasinya pemerintah Jepang mengadakan kampanye penyerahan bahan pangan dan barang secara besar-besaran melalui Jawa Hokokai dan Nagyo Kumiai (koperasi pertanian), serta instansi resmi pemerintah. Dampak dari kondisi tersebut, rakyat dibebankan menyerahkan bahan makanan 30% untuk pemerintah, 30% untuk lumbung desa dan 40% menjadi hak pemiliknya. Sistem ini menyebabkan kehidupan rakyat semakin sulit, gairah kerja menurun, kekurangan pangan, gizi rendah, penyakit mewabah melanda hampir di setiap desa di pulau Jawa salah satunya: Wonosobo (Jateng) angka kematian 53,7% dan untuk Purworejo (Jateng) angka kematian mencapai 224,7%. Bisa Anda bayangkan bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan bangsa Indonesia pada masa Jepang (bahkan rakyat dipaksa makan makanan hewan seperti keladi gatal, bekicot, umbi-umbian).

2.6  Cita-cita Ekonomi Merdeka
       Bung Karno dan Bung Hatta merumuskan apa yang disebut “Cita-Cita Perekonomian”. Ada dua garis besar cita-cita perekonomian kita. Pertama, melikuidasi sisa-sisa ekonomi kolonial dan feodalistik. Kedua, memperjuangkan terwujudnya masyarakat adil dan makmur. Artinya, berarti cita-cita perekonomian kita tidak menghendaki ketimpangan. Para pendiri bangsa kita tidak menginginkan penumpukan kemakmuran di tangan segelintir orang tetapi pemelaratan mayoritas rakyat. Tegasnya, cita-cita perekonomian kita menghendaki kemakmuran seluruh rakyat.
       Supaya cita-cita perekonomian itu tetap menjiwai proses penyelenggaran negara, maka para pendiri bangsa sepakat memahatkannya dalam buku Konstitusi Negara kita: Pasal 33 UUD 1945. Dengan demikian, Pasal 33 UUD 1945 merupakan sendi utama bagi pelaksanaan politik perekonomian dan politik sosial Republik Indonesia.
    Dalam pasal 33 UUD 1945, ada empat kunci perekonomian untuk memastikan kemakmuran bersama itu bisa tercapai. Pertama, adanya keharusan bagi peran negara yang bersifat aktif dan efektif. Kedua, adanya keharusan penyusunan rencana ekonomi (ekonomi terencana). Ketiga, adanya penegasan soal prinsip demokrasi ekonomi, yakni pengakuan terhadap sistem ekonomi sebagai usaha bersama (kolektivisme). Dan keempat, adanya penegasan bahwa muara dari semua aktivitas ekonomi, termasuk pelibatan sektor swasta, haruslah pada “sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Sayang, sejak orde baru hingga sekarang ini (dengan pengecualian di era Gus Dur), proses penyelenggaran negara sangat jauh politik perekonomian ala pasal 33 UUD 1945. Pada masa orde baru, sistem perekonomian kebanyakan didikte oleh kapital asing melalui kelompok ekonom yang dijuluki “Mafia Barkeley”. Lalu, pada masa pasca reformasi ini, sistem perekonomian kebanyakan didikte secara langsung oleh lembaga-lembaga asing, seperti IMF, Bank Dunia, dan WTO.
Akibatnya, cita-cita perekonomian sesuai amanat Proklamasi Kemerdekaan pun kandas. Bukannya melikuidasi sisa-sisa ekonomi kolonial, tetapi malah mengekal-kannya, yang ditandai oleh menguatnya dominasi kapital asing, politik upah murah, ketergantungan pada impor, dan kecanduan mengekspor bahan mentah ke negeri-negeri kapitalis maju. Ketimpangan ekonomi kian menganga. Kemiskinan dan pengangguran terus melonjak naik. Mayoritas rakyat (75%) bekerja di sektor informal, tanpa perlindungan hukum dan jaminan sosial. Sementara puluhan juta lainnya menjadi “kuli” di negara-negara lain.

2.7  Ekonomi Indonesia Setiap Periode Pemerintahan
2.7.1 Pemerintahan Orde Lama
Dumairy (1996) menggambarkan kondisi perekonomian Indonesia:
     a.    Periode 1945 – 1950.
     b.    Periode demokrasi parlementer/liberal (1950 – 1959)
    a.      Banyak partai politik
Sektor formal: pertambangan, pertanian, distribusi, bank, dan transportasi yang padat modal dan dikuasai oleh asing serta berorientasi ekspor memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap PDB.
8     kali perubahan kabinet:
a.    Kabinet Hatta dengan kebijakan Reformasi moneter via devaluasi mata uang local (Gulden) dan pemotongan uang sebesar 50% atas uang kertas yang beredar yang dikeluarkan oleh De Javasche Bank dengan nilai nominal > 2,50 Gulden Indonesia.
b. Kabinet Natsir dengan kebijakan perumusan perencanaan pembangunan ekonomi yang disebut dengan Rencana Urgensi Perekonomian (RUP).
c.  Kabinet Sukiman dengan kebijakan nasionalisasi oleh De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia dan penghapusan system kurs berganda.
d. Kabinet Wilopo dengan kebijakan anggaran berimbang dalam APBN, memperketat impor, merasionalisasi angkatan bersenjata dengan modernisasi dan pengurangan jumlah personil, serta pengiritan pengeluaran pemerintah.
e.    Kabinet Ali I dengan kebijakan pembatasan impor dan kebijakan uang ketat.
f.     Kabinet Burhanudin dengan kebijakan liberalisasi impor, kebijakan uang ketat untuk menekan jumlah uang yang beredar, dan penyempurnaan program benteng (bagian dari program RUP yakni program diskriminasi rasial untuk mengurangi dominasi ekonomi),  memperkenankan investasi asing masuk ke Indonesia, membantu pengusaha pribumi, serta menghapus persetujuan meja bundar (menghilangkan dominasi belanda perekonomian nasional.
g.  Kabinet Ali II dengan kebijakan rencana pembangunan lima tahun 1956 – 1960.
h. Kabinet Djuanda dengan kebijakan stabilitas politik dan nasionalisasi perusahaan belanda.
    c.    Periode demokrasi terpimpin (1959 – 1965)
1.    Dilakukan nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan belanda.
2.    Lebih cenderung kepada pemikiran sosialis komunis.
3.    Politik tidak stabil sampai pada puncaknya pada September 1965.

2.7.2  Pemerintahan Orde Baru
Sejak Maret 1966.
Pemerintah mengarahkan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan ekonomi dan sosial. Pemerintah meninggalkan idiologi komunis dan menjalin hubungan dengan Negara barat dan menjadi anggota PBB, IMF, dan Bank Dunia. Kondisi perekonomian Indonesia:
a.      ketidakmampuan membayar hutang LN US $32 Milyar.
b.      Penerimaan ekspor hanya setengah dari pengeluaran untuk impor.
c.      Pengendalian anggaran belanja dan pemungutan pajak yang tidak berdaya.
d.      Inflasi 30 – 50 persen per bulan.
e.      Kondisi prasarana perekonomian yang buruk.
f.       Kapasitas produktif sektor industri dan ekspor menurun

Prioritas kebijakan ekonomi:
a.      Memerangi hiperinflasi
b.      Mencukupkan persediaan pangan (beras)
c.      Merehabilitasi prasaran perekonomian
d.      Peningkatan ekspor
e.      Penyediaan lapangan kerja
f.       Mengundang investor asing
Program ekonomi orde baru mencakup:
a.    Jangka pendek
     •    Juli – Desember 1966 untuk program pemulihan
     •    Januari – Juni 1967 untuk tahap rehabilitasi
     •    Juli – Desember 1967 untuk tahap konsolidasi
     •    Januari – Juni 1968 untuk tahap stabilisasi
b. Jangka panjang yang berupa Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA) mulai April tahun 1969.

2.7.3  Pemerintahan Reformasi
Mulai pertengahan tahun 1999.
Target:
a.    Memulihkan perekonomian nasional sesuai dengan harapan masyarakat dan investor.
b.    Menuntaskan masalah KKN.
c.    Menegakkan supremasi hukum.
d.    Penegakkan hak asasi manusia.
e.    Pengurangan peranan ABRI dalam politik.
f.     Memperkuat NKRI (Penyelesaian disintegrasi bangsa).
Kondisi:
a.    Pada tahun 1999 pertumbuhan ekonomi positif (mendekati 0).
b.    Tahun 2000 pertumbuhan ekonomi 5%.
c.    Kondisi moneter stabil ( inflasi dan suku bunga rendah).
d. Tahun 2001, pelaku bisnis dan masyarakat kurang percaya kepada pemerintahan sebagai akibat dari pernyataan presiden yang controversial, KKN, dictator, dan perseteruan dengan DPR.
e.    Bulan maret 2000, cadangan devisa menurun dari US$ 29 milyar menjadi US$ 28,875 milyar.
f.     Hubungan dengan IMF menjadi tidak baik sebagai akibat dari: penundaan pelaksanaan amandemen UU No. 23 tahun 1999 mengenai Bank Indonesia; penerapan otonomi daerah (terutama kebebasan untuk hutang pemerintah daerah dari LN); dan revisi APBN 2001.
g.   Tahun 2001, pertumbuhan ekonomi cenderung negative, IHSG merosot lebih dari 300 poin, dan nilai tukar rupiah melemah dari Rp 7000 menjadi Rp 10.000 per US$.

SUMBER
Tambunan, Tulus.2009.Perekonomian Indonesai.Jakarta: Ghalia Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. (TUGAS 2)

Order Letter and Reply to Order Letter

TUGAS 1 CONTOH KASUS PERUSAHAAN HUBUNGAN PEKERJA DENGAN MANAJEMEN PERUSAHAAN